Pelaksanaan
Hari Guru Nasional (HGN) yang dirangkaikan dengan HUT PGRI ke-71 menuai protes
dari sejumlah organisasi guru yaitu FSGI,
FGII, IGI, PERGUNU, JIST, dan PGSI.
Mereka
menyayangkan rundown acara HGN yang sudah dirancang dan ditetapkan bersama
dalam rapat panitia secara dadakan diganti di dalam rapat Karungga Istana atas
usulan PGRI.
Menurut
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti, panitia bersama
yang melibatkan seluruh organisasi profesi merasa ditelikung ketika rundown
acara dikuasai PGRI yang juga bagian dari panitia bersama.
Kesepakatan
yang dilanggar di antaranya adalah tidak ada lagu mars satu pun organisasi guru
termasuk Mars PGRI, presiden tidak diminta menggunakan seragam salah satu
organisasi guru tapi presiden malah diminta memakai batik PGRI.
"Bahkan
sempat ada insiden kecil saat guru-guru dari IGI tampil, di mana peserta dari
PGRI ribut menyoraki, tidak menghargai pengisi
acara," ujar Retno, Senin (28/11).
Retno
berpendapat, semua hal ini terjadi dikarenakan PGRI berlindung di balik Keppres
78/1994 tentang penetapan hari guru nasional yang sudah kadaluarsa seluruh
konsiderannya dan dasar hukumnya, bahkan
ditandatangani Presiden RI kedua. Padahal sekarang sudah presiden ketujuh.
"HGN
ditetapkan pada HUT PGRI karena saat itu organisasi guru masih tunggal hanya
PGRI. Namun seiring dengan lahirnya UU 14/2005 tentang guru dan dosen yang
mengamanatkan organisasi guru tidak tunggal lagi," ucapnya.
Atas
dasar itu maka di acara peringatan HGN 2016, seluruh organisasi guru memohon
kepada Presiden RI untuk mencabut Kepres 78/1994 dan menetapkan HGN tidak
didasarkan pada salah satu HUT organisasi profesi.

"Kami
usulkankan Hari Guru Internasional 5 Oktober ditetapkan pemerintah sebagai HGN
mulai 2017. Ini sesuai konvensi Paris 1942. Kami juga berencana menghadap
presiden bersama-sama untuk memperjuangkan hal ini," pungkas Retno.
(esy/jpnn)
Reff:
JPNN
Reff:
JPNN